Nasi Goreng Sosis
Pernah ku bertanya saat kami sedang berada di sebuah jembatan penghubung sambil menatap hiruk pikuknya kota ini,
“Apakah hari ini baik?”
Tak pernah ada jawaban yang pasti tiap ku bertanya, selalu berbeda-beda tetapi hari ini yang ku dapat adalah wajah tampannya tersenyum.
Terima kasih. Kata yang ku dengar darinya. Aku merasa bingung namun melihatnya tersenyum membuat ku ikut tersenyum.
“Apakah itu sebuah pertanda yang baik?” tanya ku lagi.
Dia menatap ku, dalam. Iris matanya yang berwaran coklat lebih gelap dari punya ku, membuat ku terbawa pada kedalam matanya. Padahal mata indahnya sama seperti orang kebanyakan, entah kenapa dipadukan dengan wajahnya yang tegas serta sifat lembutnya membuat ku selalu terpana kepada kedua mata cantik itu. Matanya favorit ku, ah ini amat subjektif bukan hanya matanya, semua dalam dirinya favorit ku.
“Apakah jawaban itu membuatmu menganggap hari ini adalah hari yang baik?” mendengar suaranya membuat ku tersadar.
“Kenapa malah bertanya balik?” pertanyaan dari ku membuatnya kembali menatap jalan yang dilalui mobil-mobil, kota yang sibuk.
“Jawablah” paksanya, walaupun di dalam nada dan tatapannya tidak ada paksaan aku dari satu kata itu aku mengerti bahwa untuk yang satu itu harus aku tanggapi dengan sebuah pernyataan bukan pertanyaan.
“Hmm… terasa baik. Tapi terkadang ku tak yakin.” jawab ku sambil mengikuti arah pandangnya yang menatap ke arah jalan di depan kami. City light, selalu menjadi hal yang kami berdua sukai.
“Harus yakin.” sekarang nada yang terdengar darinya lebih menenangkan lagi dari yang sebelumnya.
“Kenapa?”
“Karena aku ingin kamu selalu menganggap hari itu baik, sekalipun hari itu ternyata buruk. Tapi aku yakin dalam hari itu ada bagian yang membuat mu baik, seperti tadi saat aku mengucapkan terima kasih dan kamu tersenyum.”
Jawabannya itu membuat ku mengernyit bingung.
“Aku menanyakan hari mu, kau malah menjelaskan hari ku?” tanya ku tak yakin dengan sedikit pelan yang masih bisa didengar oleh kami berdua. Mungkin ini pertanyaan untuk ku juga.
“Bodoh” jawabnya kemudian menyentil pelan pucuk hidung ku yang mancung ideal ini. Lalu dia pergi meninggalkan aku yang masih memikirkan kata-katanya. Aku rasa otak ku sedang agak sulit dipakai untuk bekerja sama saat ini.
Kemudian terdengar suaranya yang agak sedikit keras karena jarak kami,
“Ayoo… aku mau nasi goreng sosis buatan mu.” Aku melihatnya tersenyum, dia menungguku. Saat itu aku tersadar dengan kata-katanya barusan, aku tersenyum dan berjalan pelan menghampirinya lalu mengamit lengannya. Hari baik dan sebuah senyuman.
“Aku juga mau nasi goreng sosis, mending pake kecap atau tidak? Pedas yaa?” Dia menantapku dan mengangguk.
Satu hari yang baik, senyumnya dan nasi goreng favoritnya.
- fin.
0 comments: