LDR

21:41 LuqyLugy 0 Comments


“Gilaaaa Saga lamaa banget balik dari Aussie” Dee memasuki ruangan Jova dan langsung merebahkan dirinya di kursi panjang.

Saat ini Jova sedang mengandung lima bulan Mahesa amat sangat protektif terhadap kandungan Jova. Makanya dia minta di ruangan Jova ada sofa panjang yang bisa digunakan untuk dia beristirahat. Tetapi sepertinya yang lebih sering menggunakannya adalah Dee.

“Lagian Bang Mahe tuh yaa kenapa bukan dia aja sih yang pergi ke Aussie.” Dee benar-benar mengomel sekarang.

Kian, bos mereka membuka cabang di Aussie. Karena tidak mungkin Mahesa yang dikirim ke sana akhirnya Saga yang mengurusnya. Janji Kian selama setahun Saga akan di sana dengan perjanjian tiga bulan sekali pulang atau kalau ada project yang urgent dia bakal balik ke Indonesia.

Pintu terbuka oleh si calon bapak.

“Bangun lo. Istri gue mau istirahat.” Dia mendorong bahu Dee yang sedang memejamkan mata itu.

Dee bangun terduduk menatap Mahesa sebal.

Jova bangkit dari tempatnya duduk, tersenyum ke arah mereka berdua.

“Pelan-pelan sayang.” Mahesa ikut menuntun Jova. Semenjak hamil Jova jadi lebih lembut sisi keibuannya makin terpancar. 

“Yaa Tuhan. Mas Saga.” Rengek Dee. Dia benar-benar kangen Saga karena melihat Mahesa dengan Jova. 

“Kapan balik emang si Saga?” Tanya Jova yang sekarang sudah duduk dengan kaki di atas paha Mahesa.

“Bulan depan kali.”

Bertepatan dengan itu suara hp Dee berbunyi.

“Iya Pak? Oh iya nanti Saya usahakan. Mohon maaf Pak, kalau itu bisa langsung didiskusikan dengan Pak Mahesa.”

Dee melihat ke arah Mahesa. Mahesa sangat mengerti. Entah apa kata si penelfon yang membuat Dee berkata,

“Baik Pak nanti saya usahakan datang bersama Pak Mahesa.” dan telfon ditutup.

“Mau apa si Pak tua?” Tanya Mahesa yang membuat Jova menatapnya tidak suka. Biar bagaimanapun klien yang satu ini merupakan klien potensial.

“Mau diskusiin soal bujet. Minta gue dateng juga bareng lo Bang.” Dee sudah menghela nafasnya panjang.

“Kenapa sih Yang?” Tanya Jova

“Ituloh Pak Budiman, mau anaknya dikenalin sama Dee.” Jawab Mahesa sambil tersenyum menyebalkan ke arah Dee.

“Oh aku tau si Gilang kan. Seumuran Saga juga. Tapi katanya gak pernah komitmen.” Kata Jova lagi.

“Kok lo tau sih Mba?” Dee kaget karena Mbanya bisa tau anak kliennya.

“Iya taulah orang pernah ngejodohin gue juga tapi Mahesa kan lo tau overprotektif banget.”

Mahesa manggut-manggut dan tersenyum bangga seolah dia telah berhasil menjaga harta paling berharga dunia.

“Ahhh terus gue tumbal gantiin lo nih?”

Jova tertawa.

“Makanya cincin dari Saga dipake. Di kalungin terus, yaa mana ada orang yang sadar lo gak single.” Ceplos Jova.

“Loh lo udah dikasi cincin sama Saga?” kali ini Mahesa yang kaget.

Dee menjawab dengan muka santai sambil mengeluarkan cincin yang dikalunginya dari balik bajunya, “Udah.. nih. Sebelum dia ke Aussie.”

Dia tersenyum gembira.

“Pake lah.” Jova menatap adik kecilnya itu yang masih memandangi cincin pemberian Saga.

“Takut ilang gue Mba. Lo tau kan gue serampangan gak pernah pake cincin.”

“Bener. Bagusan lo taruh begitu aja. Nanti urusan pak tua gue bantuin.” Mahesa membenarkan tindakannya.

“Makasih kaka ipar kuh. Starbuck boleh gak?” ucap Dee

Mahesa mengeluarkan kartu yang biasa digunakan Dee dan Jova jika belanja.

“Nih beli.”

“Baik bangetttttt sihhh” Dee mengedipkan matanya sebelah ke Jova dan Mahesa lalu keluar dari ruangan tersebut.

“Bener-bener itu anak.” Jova menggelengkan kepalanya.

“Gapapa bentar lagi pasti dia ribet ngurusin si kembar.” Kata Mahesa sambil mencium-ciumi perut Jova.

Jova hanya tertawa mendengar Mahesa, memang di dunia ini tidak ada yang gratis.

🐻

Mau tidak mau Dee mengikuti Mahesa yang sekarang sedang meeting dengan Pak Budi. Sementara dia sejak tadi hanya menatap layar iPad-nya berpura-pura mencatat hasil meeting itu.

Benar saja kenapa Pak Budi ngotot mengajak Dee mengikuti meeting karena anaknya juga ikut meeting dengan mereka. Gilang sejak tadi tidak berhenti mencuri-curi untuk menatap Dee.

Dee sadar akan hal itu dia tetap berusaha se-profesional mungkin menjawab seperlunya dan tersenyum seperlunya. Mahesa dalam hati menahan tawanya, karena jika dibandingkan Jova dahulu Dee ini lebih cuek dan dingin menjawab pertanyaan-pertanyaan Gilang.

“Pak, Saya permisi ke toilet sebentar ya.” Izin Dee ketika melihat meeting sudah tidak seintens sebelumnya.

Mahesa menganggukan kepalanya kepada Dee.

“Biar dianter Gilang.” Kata Pak Budi.

Dee yang semula sudah akan berdiri menjadi sungkan, “Maaf Pak, Saya malah canggung jika ditemani Mas Gilang. Dia cowok dan saya cewek kalau Bapak lupa?” Dee tersenyum.

Mahesa sudah benar-benar ingin tertawa. Jawaban Dee ini benar-benar membuat orang yang menjadi lawan bicaranya jadi salah tingkah.

“Gue juga mau ke toilet kok.” Kata Gilang.

Dee menatap Gilang yang tersenyum itu galak dia berusaha menahan emosinya.

“Tenang aja gue ke toilet cowok, gue cowok.” Ucap Gilang masih tersenyum amat manis.

Dee sama sekali tidak terpengaruh dengan senyum itu yang ada dia malah ingin memukul kepala si pemilik senyum dengan gelas wine yang berada di depannya.

Setelah Dee keluar dari toilet cewek benar saja Gilang menunggunya.

“Oh Mas Gilang padahal bisa duluan.” Ucap Dee basa basi.

“Takut lo ilang.” Gilang tersenyum lagi. Sama sekali tidak mempan untuk seorang Dee Suraiya.

Dee diam sebentar lalu tersenyum sama manisnya, “Sorry ya Mas. Gue udah punya tunangan.”

“Tunangan lo gak ada di sinikan? Lagian gak ada yang ngasi tanda kalo lo punya tunangan.” Gilang menatap tangan kiri Dee yang bersih tidak ada apapun di situ.

Gilang benar-benar mencari masalah rupanya.

Dee hanya tersenyum penuh dendam, dia benar-benar marah. Gilang tidak tahu batasan sama sekali.

Dee tidak menjawabnya dan memilih untuk pergi lebih dulu. Dia benar-benar akan memikirkan kembali untuk memakai cincinya jika bertemu dengan klien lain kali.

🐻

Sampai apartemennya dia langsung merebahkan diri di sofa depan tv. Dia benar-benar lelah dan dia masih memikirkan perkataan Gilang.

Gilang benar-benar tidak melihat tembok yang Dee buat. Dee bertanya pada dirinya sendiri apa dia yang kurang tegas?

Suara hpnya membuatnya sadar dari lamunan, Saga menelfon.

“Kamu baru pulang?” Saga melihat Dee yang masih berbaring dengan muka sedikit berantakan, tetapi dia tahu kalau itu baju kerja Dee.

“Iya. Kok Mas bangun? di sana kan masih jam 1?” tanya Dee lagi.

“Aku nungguin kamu, tapi ketiduran tadi terus kebangun lagi ini. Belum mandi ya?”

“Belum.” Jawab Dee singkat dia bingung ingin menceritakan kejadian itu atau enggak.

“Ayokk mandi.” Ucap Saga yang langsung mendapatkan pelototan dari Dee.

“Canda Sayang kamu galak banget.” Tawa Saga, dia tersenyum dengan muka khas bangun tidur. 

Dee diam. Saga sadar kalau kekasihnya sedang tidak mood bercanda, ada yang dia pikirkan.

“Kenapa? Cerita sama aku.” Saga mulai serius melihat Dee yang agak uring-uringan. 

“Kamu ingetkan pak Budi?”

“Jangan bilang kamu dijodohin sama anaknya?” Kali ini Saga sudah duduk dan menyalakan lampu kamarnya.

“Iya. Bang Mahe udah bilang Pak Budi aku udah punya kamu. Tapi anaknya gak sopan.”

Saga mengerutkan keningnya. Dee akhirnya menceritakan kejadian di depan kamar mandi.

“Kamu punya nomernya?”

“Enggak. Kalo ada juga paling nanti aku tanggepin cuman urusan kerjaan aja.” Ucap Dee lagi. Dia bingung.

“Kalo urusan kerjaan langsung kasi ke Mahesa aja. Nanti aku bilang Mahesa.” Suara Saga benar-benar menenangkan tetapi membuat Dee benar-benar merindukan kekasihnya itu.

“Loh kok nangis sih Sayang?” sekarang Saga yang panik.

“A-aku kangen.” Kata Dee sedikit terisak.

Saga terdiam. Hubungan jarak jauh ini memang banyak menguras tenaganya bersama Dee.

“Sabar yaa. Bulan depan aku bujuk Bang Ian biar bisa balik.” Ucap Saga.

“Aku ke apart kamu aja deh. Mau tidur di kasur kamu.”

“Udah malem sayang.”

Dee memasang muka memelasnya.

“Yaudah text me yaa kalo kamu udah sampe sana”

Dee langsung mengangguk kencang dan telfon dimatikan. Dia benar-benar merindukan Saga Bramantya.

🐻

Kali ini ada acara perusahaan hampir semua klien yang pernah kerjasama dengan perusahaan 21ent. hadir termasuk Pak Budi. Sejak kejadian itu Saga benar-benar menelfon Mahesa dan Kian. Bahkan hingga mengancam Kian kalau tidak bisa diatasi dia bakal cabut dari Aussie. Kian akhirnya mengalah.

Namun Mahesa sepakat dengan Saga karena Gilang memang sedikit kelewatan. Menurut mereka Gilang tidak pandang orang dalam mencari mangsanya. Kian sama sekali tidak bisa beralasan apa-apa lagi.

Kandungan Jova yang semakin besar membuat Dee dan Mahesa ekstra menjaga Jova. Seperti sekarang Dee bertugas mengambil makan sementara Mahesa terus berada di samping Jova yang sudah mulai kesusahan jalan.

Ohh you have a ring right now?” Kata seseorang yang juga mengambil dessert.

I’ve one since we met before.” Ucap Dee santai.

Gilang.

Dia sudah yakin kalau mereka akan bertemu. Tetapi dengan perlakuan Mahesa juga Kian, Dee tidak menyangka kalau Gilang berani untuk menghampiri Dee.

“Susah ya ketemu lo, selalu digantiin sama Mahesa atau siapa temen lo yang cowok.”

Dee tidak menggubris lelaki itu dan terus mencari kue yang kira-kira bisa Jova makan.

“Gue duluan.” Kata Dee meninggalkan Gilang tanpa menjawab pertanyaannya tadi.

Gilang menahan tangan Dee membuat kue-kue yang ada di piring itu terjatuh.

“Lo apa-apan sih?!” teriak Dee marah.

Hampir semua orang melihat ke arah mereka. Kondisi mereka saat ini bisa dilihat seperti pasangan yang sedang bertengkar.

Mahesa menyadari itu, tetapi dia tidak bisa meninggalkan Jova yang sedari tadi mengelus perutnya.

“Sorry” Gilang mengatakan itu ke beberapa tamu yang menatap mereka dan masih memegang tangan Dee. Sementara Dee menunggu sejenak sampai perhatian orang-orang gak lagi pada mereka.

“Lepas. Gue bilang gue punya tunangan.”

“Tunangan lo gak ada. Sekarang lo bisa pura-pura jadi pendamping gue.”

“Ya Tuhan. Lepas” Ucap Dee dingin. Sepertinya dia bertemu orang gila.

“Enggak.”

Dee menghentakan tangannya membuat genggaman Gilang terlepas. Dia mendekat ke arah Gilang dengan tatapan sangat marah. Dia merasa kalau Gilang benar-benar membuat dia terlihat seperti perempuan gampangan.

Don’t you dare to touch me.” Ancam Dee penuh penekanan.

Tapi Gilang sama sekali tidak takut. Dia kembali ingin mengambil tangan perempuan itu untuk kembali digenggam tetapi ada seseorang yang mendahuluinya.

She said don’t touch her.” Ucap seorang lelaki dingin.

Dee membalas genggaman tangan itu erat. Dia tahu siapa yang menggenggamnya. Tetapi dalam hatinya ingin sekali dia melempar Gilang dengan segala macam benda yang ada di dekatnya.

Gilang menatap lelaki itu, “Lo siapa? Tunangannya? Lo bayar orang buat jadi tunangan lo?”

Saga menatap lelaki di depannya ini kasihan. Entah apa yang membuat Gilang sebegitu percayanya kalau Dee sama sekali belum memiliki tunangan.

Saga mencium kening Dee di depan semua tamu, “Aku pulang.” Kata dia tersenyum.

Tetapi Gilang masih juga tersenyum meremehkan Dee dan Saga sampai seseorang berkata dengan menggunakan mikrofon,

“Selamat datang untuk Saga Bramantya yang udah capek-capek dari bandara langsung ke acara ini. Tapi kebayar lah yaa langsung ambil jatah sama tunangannya.” Kata Kian terenyum iseng padahal dalam hati dia sudah panik karena takut ada adegan adu tonjok.

Memang hari ini merupakan acara perusahaan sekaligus rilis pertama perusahaan yang ada di Aussie. Jadi kedatangan Saga memang sudah diwajibkan. Dee tahu juga akan hal itu makanya dia menggunakan cincin pemberian Saga di jarinya. Namun karena delay pesawat membuat jam kedatangan Saga jadi terlambat. 

Saga mendekat ke arah Gilang dan bebisik “Now, fuck off

Gilang pergi meninggalkan Saga dan Dee marah, tetapi dia juga sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. 

Mahesa dan Jova tersenyum usil ke arah Dee dan Saga. Dee balas dengan senyuman penuh kemenangan.

0 comments: