Merayu Tuhan

18:57 LuqyLugy 0 Comments


Suara debur ombak selalu menjadi favorit ku. Terlebih ketika dunia ku sedang sangat berisik yang tak bisa ku urai dengan kata-kata baik tulisan maupun lisan. Menatap hamparan biru dengan suara deburan atau air yang bertemu tepian membuat ku sedikit lebih baik. 

Aku menantap laki-laki di sampingku.

"Kenapa? Sudah? Mau pulang sekarang?" Tanyanya bertubi-tubi. 

Perkenalkan lelaki hebat ku yang selalu ada di samping ku, baik ketika hari-hari buruk ku terlebih ketika dunia sedang sangat baik pada ku. Dia yang menjadi saksi hidup perjalanan bagaimana aku melewati dunia mungkin sampai nanti waktunya tiba ku di panggil ke tempat pemberhentian terakhir ku.

Aku tersenyum, "Enggak kok. Hanya bersyukur dan kembali terlintas beberapa hal." Aku kembali menatap hamparan luas lautan itu. Kali ini hembusan angin yang ikut menemani kami. 

"Mind to share with me?"

"Kenapa ya banyak orang yang mau hidup lebih lama, banyak orang yang masih mau kok terus berjuang di muka bumi ini, eh Tuhan malah dengan cepat memanggilnya. Lalu banyak orang yang menyerah kayak mau cepet aja deh hidup di dunia. Dia mohon-mohon sama Tuhan buat cepat ambil dirinya, eh ternyata justru dia yang hidupnya lama. Kayak kalo kata orang nih, orang baik cepet banget dipanggil sama Tuhan." 

Pagi itu tidak terlalu cerah namun sejuk dan terasa tenang. Laut berwarna biru menyegarkan walaupun awan mendung silih berganti melintasi langit seolah beradu dengan angin yang membawanya pergi dari satu tempat ke tempat lainnya. Terus menerus bergerak. 

"Sayang, banyak hal di dunia ini yang sebenarnya ga perlu loh jadi bagian dari pikiran kamu. Terlebih soal hidup dan matinya makhluk. Itu bagian yang hanya Tuhan yang bisa mengkontrol. Bagian dari kita adalah memanfaatkan waktu demi waktu yang diberikan oleh-Nya untuk berbuat baik, terus berada di jalannya. Saling mengasihi dan menyangi. Lakukan porsi kamu sebagai manusia. Jangan sekali-kali berani mencoba lagi untuk melebihi apa dari kuasa-Nya. Tiap makhluk dan pencipta punya porsi dan tugasnya masing-masing." 

Dia meraih tangan ku yang penuh dengan goresan masa lalu. Bagian dari hidup yang tidak pernah mau ku coba lagi. Bagian dari diri yang terus menerus ku lawan karena aku menyayangi dunia dan seisinya. Aku berikan senyum terbaik ku. Seolah ku berkata, ini bukan soal hidup dan matiku. Ini bukan soal kehidupan yang sedang ingin aku sudahi. Se-sederhana aku sedang menelaah kehidupan. Mengapa? 

Tapi seperti katanya, bukan bagian makhluk. Hidup dan mati bukan porsi ku untuk memikirkannya. Sama halnya dengan masa depan dunia, itu juga bukan atas kontrol ku. 

"Tau ga katanya orang yang terus minta mati sama Tuhan tapi tidak diberikan sesimpel karena Tuhan mau mendengar tobatnya. Dia mau memberikan orang itu kesempatan agar menjadi lebih baik. Baik banget yaa Tuhan. Kayak kita udah menyia-nyiakan hidup, masih dikasi kesempatan untuk mencoba baiknya dunia dan bersyukur. Agar nanti pas kembali mungkin kita bakal bahagia karena diberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Dia selalu memberikan kesempatan." 

Dia tersenyum, senyum penuh kelegaan. Aku mengerti maksud senyum itu, dia bahagia, dia tenang karena aku tidak memikirkan untuk pergi sendiri. Aku memilih pergi karena memang sudah waktunya untuk pergi. 

"Tapi aku ga pernah sanggup deh kalau ga ada kamu kayaknya di dunia ini." 

"Hmm... mulai." Senyum tenang itu langsung hilang. 

Aku kembali memandangi laut dengan tangan yang semakin erat menggenggam tangannya, "Entah, tidak pernah terbayang kalau tidak ada kamu. Padahal kan aku punya Tuhan yaa, yang aku ga tau dan bukan porsi ku untuk meminta kamu terus menerus ada di sampingku." 

"Lalu? kalau udah tau begitu kenapa kalau ga ada aku kamu jadi ga sanggup hidup di dunia?" 

Diam cukup lama. 

"Karena kamu... alasan ku untuk hidup?"

"Ga boleh loh meletakkan alasan hidup di makhluk. Sakit nanti." 

Hmmm... tidak boleh ya. 

"Ah.. aku tau. Karena kamu pusat ku. Ibarat tata surya kamu mataharinya aku. Jadi kalo ga ada kamu, aku ga tau nih mau mengorbit kemana. Tapi, bukan itu yang mau aku bilang ke kamu. Aku mau berterima kasih. Benar-benar berterima kasih, atas segala kekurangan kamu terlebih kekurangan aku. Kamu masih ada di sampingku. Kamu masih mau menggenggam tangan ku. Kamu masih mau membersamai aku. Kamu masih menyediakan sedikit waktu mu untuk mengerti dan memikirkan aku. Kamu masih dan masih mencintaiku. Terima kasih yaa. Aku ga pernah merasa sangat amat dicintai dan disayangi sama seseorang melebihi kamu. Mungkin itu yang membuat aku tidak bisa kalau tidak dengan kamu. Karena kamu, aku tau aku berharga. Dan dari kamu aku belajar untuk mempertahankan yang berharga dihidupku. Tolong hidup yang lama yaa jadi bisa membersamai aku, jadi saksi hidup aku di dunia ini. Dan dampingi aku terus sampai nanti nanti ntah dikehidupan selanjutnya juga. Aku berdoa sama Tuhan." 

Hah... aku tidak pernah menyangka apa yang ku katakan dan membuat diriku sendiri meneteskan air mata. Dengan tiba-tiba mnegucap banyak terima kasih padanya. Seolah ini adalah kesempatan terakhir ku mengatakan padanya kalau dia adalah hal yang paling berharga dihidupku ntah bagaimana aku menjalani hidup jika tidak ada dia. Bisa, bisa ku lalui tapi tidak seseru jika dia berada di sampingku. Pemberi warna kehidupan ku. 

Pendengar setia ku. Orang yang sangat amat kusayangi. Orang yang akan tetap bilang sayang walaupun dengan muka cemberutnya. Orang yang benar-benar ku sayangi dengan sangat. 

Dia mendekap ku, "haduuhhh kok malah nangis. Udah dong nangisnya. Aku ga kemana-mana loh ini. Aku masih dan terus sama kamu ini." 

Aku mengangguk paham. "Iya nih. Aduh kenapa yaa jadi meloow banget. Mungkin aku lagi sayangggggg bangettttt bangetttt sama kamu." 

Dia tertawa, "Yaa kalau sayang banget jangan nangis dong Sayang." 

"Udahhh, cupp.. cuppp..." Suaranya yang menenangkan aku seolah aku adalah bayi ringkih yang sedang meminta susu.

Aku menatapnya, "Nanti kalau rasa sayang kamu udah berkurang dikit, cuman boleh dikit aja. Inget yaa gimana kita memulai semuanya, gimana kita menjalaninya, gimana kita saling menguatkan, gimana naik turunnya kita dan tolong tetap pilih bertahan sama aku yaa. Gimana sulitnya dunia aku mau.. aku mau temani kamu. Aku mau membersamai kamu. Aku bakal ada di segala sisi kamu, ntah depan samping bawah atas. Pokoknya aku selalu sama kamu. Tapi ketika kamu lagi perlu ruang sendiri... tolong jangan lama-lama yaa, dan beritahu aku... Aku akan kasi. Aku akan memberikan waktu, tapi tolong kembali. Pulang ke rumah kita. Seberantak apapun rumahnya tolong kembali." 

Tolong saling... 

"Yaaammpun... Iyaaa.. Iyaaa... Udahan nangisnya." Dia kembali mendekap dan mengelus punggung ku. 

Rewelku hanya dia yang mengerti. Pikiran-pikiran yang tidak perlu hanya dia yang bisa menguraikan. Aku juga mau jadi rumahnya. Aku juga mau jadi tempat dia pulang dan berbagi. Dengan segala keterbatasan ku, aku mengalah. Aku usahakan rumah nyaman itu untuknya. 

"Iyaa sayang. Iyaa kita usahakan itu." 

Pelukan hangatnya yang lama membuat ku kembali tenang. Menghirup udara kalau tak apa. Aku bisa. Aku bisa.

Akan ku bujuk Tuhan, akan ku rayu Tuhan... aku ingin bersamanya. Aku menyayanginya, Tuhan. 

0 comments: