It's Sad Ending.
"Rasanya akhir cerita ini tidak adil."
"Maksudnya?"
"Kamu membuat ku mencintaimu terlalu dalam, ketika kamu perlahan mulai pergi meninggalkan ku."
"Karena ingin ku menyelesaikan semuanya tanpa melibatkan mu, dan memberikan jeda untuk semua yang pernah terjadi akhir-akhir ini dalam hidup-mu."
"Itu tidak pernah menjadi ingin kita. Ingin mu."
.
.
.
Aku kembali mengingat percakapan ku dengannya.
Ingin ku...
Ingin ku...
Ingin ku...
Sebenarnya apa yang ku inginkan? Hidup bersamanya? atau bahagia bersamanya? Atau... berhenti hidup?
Tidak, tentu saja yang terakhir adalah yang terbodoh.
Sosok manusia yang keras kepalanya menyamai diriku. Akhir-akhir ini seolah aku sedang berhadapan dengan diri ku sendiri yang paling menyebalkan.
Tidak bisa menerima pendapat orang lain. Hanya mendengar dirinya sendiri, menyuruh orang lain untuk bersabar, menjadi pahlawan kalau dirinya bisa dan mampu menyelesaikan seluruhnya sendirian.
Pada akhirnya Jeha benar-benar menang.
Apa gunanya? Tidak ada bedanya dengan cerita latar belakang yang sama, kamu ditinggalkan karena mereka tidak mau melihat kamu terluka.
Si perempuan berisik itu mengejek dalam isi kepala ku.
Bohong, pembohong.
Jika tidak ingin melihat aku terluka terlalu dalam, bukankah harusnya membersamai? memastikan aku baik-baik saja? Kenapa? Kenapa selalu berpikir yang terbaik untuk aku, padahal aku tidak pernah merasa kalau itu adalah yang terbaik untukku?
Aku sendiri tidak tegas pada diri sendiri. Membiarkan diri ku sendiri jatuh terlalu dalam dan terluka berkali-kali.
Namun, apakah hidup itu berulang kali tentang terluka?
Banyak hal yang seharusnya bisa ku syukuri.
Kehadiran mu.
.
.
.
"Jadi apa ingin mu?"
"Bersama-sama."
Ternyata sebelum cerita ini ter publish. Kamu lebih dahulu, meninggalkan aku. Selamanya?
Maaf atas terus menerus lukanya. Maaf. Aku salah. Selamat kembali berbahagia.
0 comments: